Rabu, 13 April 2011

KDRT

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

KDRT begitu sering kita dengar namun cukup banyak yang belum mengetahui apa itu KDRT selain singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diasosiasikan dengan kekerasan fisik saja. Kekerasan dalam rumah tangga jika merujuk pada pasal 1 Undang-undang no 23 tahun tahun 2004, meliputi :

1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga (termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga)

Korban di sini umumnya adalah perempuan karena berbagai alasan seperti kuatnya dominasi salah satu gender (ketimpangan relasi kuasa), sehingga kesetaraan gender hanya dianggap sebatas “ide yang manis” karena akses, sikap, nilai dan pandangan umum masyarakat tidak menunjukkan kesetaraan itu sudah berlaku.

Diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat yaitu membedabedakan manusia karena suku, agama, golongan, kemampuan, orientasi seks dan tentu saja, jenis kelamin.

Terakhir adalah hal umum yang masih banyak dimiliki oleh masyarakat yaitu ketidaktahuan bahwa perlindungan hak azasi perempuan adalah kewajiban negara!

Perkara KDRT yang dilaporkan Juni ke kepolisian adalah hanya salah satu dari sekumpulan aksi yang pernah dilakukan oleh suaminya (status pada saat kejadian berlangsung dan dilaporkan) selama 14 tahun pernikahan.

Untuk diketahui oleh pendukung korban KDRT yang memperhatikan kasus ini, satu per satu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran yang dialami Juni dimulai sejak hari akad nikah dilangsungkan dan semua disimpan rapat oleh Juni termasuk kepada keluarga besarnya sendiri hanya karena alasan ingin menjaga keutuhan keluarganya dan agar anak-anaknya memiliki orangtua lengkap sepeti anak-anak lain pada umumnya.

Setelah page dukungan Kami Peduli Lara (Korban KDRT di Mataram) di Facebook dibuat oleh salah satu pembaca yang bersimpati dengan tulisan tentang KDRT yang dialami Juni (di sini), banyak sekali dukungan mengalir tidak hanya dukungan moral namun juga informasi-informasi yang dibutuhkan agar Juni bisa mendapatkan keadilan.

LBH Apik Mataram juga menghubungi Juni lagi dan siap mendampingi secara hukum selama proses hukum ini berlangsung. Juni tentu saja menerima dengan senang hati karena meskipun jaksa mewakili negara sudah mengambil alih hak Juni sebagai pelapor namun Juni sangat membutuhkan masukan hukum jika ternyata hasil keputusan hakim tidak sesuai dengan rasa keadilan.

Tidak hanya respon positif namun ada pula respon negatif untuk page dukungan ini antara lain untuk pembuat page ini yaitu bang ASA sempat mendapat tuduhan mencampuri urusan rumah tangga orang lain. April sudah meminta maaf atas semua ketidaknyaman yang dialami beliau karena page dukungan ini. April juga sempat mengatakan page dukungan itu milik bang ASA jadi jika bang ASA ingin menutupnya, itu hak bang ASA sepenuhnya namun bang ASA menjawab dengan tegas selama yakin dengan kebenaran, beliau akan jalan terus.

Ada seorang penyimpang untuk gerakan dukungan terhadap korbaan KDRT ini yang mengaku mengenal akrab Juni dan bekas suaminya. Dia mengatakan bahwa para pendukung akan berpikir lagi untuk mendukung jika mengetahui kenyataan yang terjadi namun Juni tidak mengenal seseorang yang bernama Adam Saputra, nama yang disandang penyimpang tersebut ketika memberikan komentar pada notes bang ASA yang berjudul : Kisah Lara nan lara, korban KDRT di Mataram.

Pada diskusi di kolom komentar tersebut terlihat indikasi jelas bahwa Adam Saputra hanya mau mendengar dan membenarkan cerita dari satu pihak saja namun semua yang dituduhkan berguguran dengan sendirinya karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi setelah April langsung mengkonfirmasi Juni. Salah satu pembenaran terjadinya KDRT yang dialami Juni menurut Adam Saputra adalah :

“….. sudahlahhh tidak baik mencampuri urusan rumah tangga orang…/ masih banyak orang yang lebih kejam dari ini…..”

Menyedihkan sekali bukan? Seorang yang dari namanya bisa diketahui berjenis kelamin laki-laki membenarkan kekerasan yang terjadi karena ada kekerasan yang lebih kejam dari ini! Asumsi sederhana dari pernyataan tersebut adalah Adam Saputra sudah biasa melakukan kekerasan terhadap perempuan (entah istri, anak-anak perempuan, teman perempuan, saudara perempuan atau ibunya sendiri) bahkan mungkin yang dilakukan lebih kejam, jadi apa yang dialami oleh Juni tidak ada apa-apanya bagi dia.

Masyarakat secara umum memang masih banyak yang tidak mengerti bahwa KDRT bukan urusan domestik rumah tangga, melainkan sudah menjadi urusan negara. Mengapa demikian? Karena pelaku KDRT adalah murni seorang kriminil atau pelaku pidana.

Tidak jarang masyarakat menuding bahwa perempuan korban sebagai pemicu kekerasan yang menimpanya!

Bahkan setelah kekerasan itu terungkap ke permukaan, sebagian masyarakat bukannya memberi perlindungan hukum namun korban KDRT kerap dicap sebagai “barang rusak”, “perempuan yang tidak suci” dan bahkan “aib” bagi keluarga dan lingkungannya.

Para korban sering dikucilkan bahkan dilecehkan karena dikaitkan sebagai pembawa sial dan masalah, setelah kekerasan yang dialaminya dibuka di depan umum.

Sikap tersebut sangat disesalkan dan hal tersebut tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang masuk dalam lapisan tidak berpendikan namun juga dari lapisan yang berpendidikan bahkan berpendidikan cukup tinggi.

Mengapa? Ini terjadi karena pendidikan yang dimiliki tidak berbanding lurus dengan etika dan moral!

Sudah kewajiban bagi kita semua sebagai manusia yang memiliki hak azasi manusia yang sama dan sejajar sejak dilahirkan, tidak hanya perempuan namun juga laki-laki, untuk mendukung korban KDRT karena kekerasan tidak dibenarkan apa pun alasannya. Jika tidak mampu memberi dukungan langsung, paling tidak beri lah dukungan sikap positif, bukan melecehkan apalagi menunjuk hidung korban bahwa kekerasan yang terjadi dipicu oleh korban sendiri!

Sumber tulisan :
UU no 23 tahun 2004
Buletin “Berita Komnas Perempuan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar