Selasa, 06 Desember 2011

Tipe golongan konsumen roda dua negeri

Yang namanya konsumen otomotif khususnya roda dua di Endonesia itu unik-unik lho, saking uniknya kapasitas otak saya yang gedenya ndak lebih besar dari pada upil pun sanggup mengklasifikasikan dengan tanpa survey, tidak bertanggung jawab, semena-mena, bahkan asal njeplak. Mungkin situ juga tahu kan keunikan dari mereka?

Untuk itu, yuk kita bahas per golongan dari tipe-tipe konsumen di Endonesia ini, siapa tahu itu juga salah satu dari anda.




Golongan konsumen miskin. Mereka ini kalo beli motor yang penting murah, ndak melek merk asal ada roda, diisi bensin, bisa jalan, ya udah, ndak neko-neko. Persetan itu motor yang ngakunya produksi dalam negeri walo dibeli belum ada setahun udah kemlotak kayak traktor dan kebulnya ngalahin asap motor 2 tak meski berlebel 4 tak, ya ndak pa-pa. Maka ndak heran kalo golongan konsumen ini adalah sasaran empuk penjual MotKas bangsat yang tega nipu luar dalam demi sebuah keuntungan yang ndak manusiawi.
Istilah kata kalo beli makanan yang penting bisa dimakan, ndak peduli itu udah banyak tercampur bahan kimia berbahaya ato agak basi pun, yang penting mbikin perut kenyang, Ya udah, Beli!.

Golongan OKB ato Orang Kaya Baru. Mereka tidak sungkan mengeluarkan uang lebih demi sebuah kendaraan yang dianggapnya mampu menaikkan harga diri. Maklumlah, dendam masa lalu ketika menjadi golongan miskin akan diluapkan disini, terlebih lagi faktor ingin memperbaiki bahkan menaikkan kredibilitas level gaya hidup adalah tujuan utamanya. Maka tidak heran, merk belum menjadi hal utama bagi mereka, yang penting punya fitur diatas rata-rata produk low end, peduli setan jika fungsionalitas adalah nomor sekian.
Jika diibaratkan beli makanan, harga mahal bukan masalah walopun punya efek ndak kalah bahaya dengan makanan basi, asal terlihat berkelas dan mahal ya bungkus.

Golongan konsumen lama kaya. Kalo mereka ini hampir sama dengan golongan OKB, membeli kendaraan mahal bukan masalah. Gaya hidup dan gengsi sudah bukan tujuan mereka buat mengambil suatu produk meski itu termasuk kelevel high end sekalipun. Fungsionalitas, kualitas, maupun kredibilitas merk sudah dianggap hal penting yang tidak bisa ditawar. Mereka tidak mempermasalahkan banyaknya uang yang dikeluarkan atas suatu produk, asal itu pantas dan sesuai dengan keinginannya.
Jika disamakan orang beli makanan, golongan ini termasuk yang peduli akan kesehatan. Mereka akan selektif terhadap apa yang ditelan, melakukan checking tabel komposisi adalah hal yang utama. Merepotkan memang, tapi jika sudah cocok, harga mahalpun bukan masalah baginya.

***

http://dwinugros.wordpress.com/2011/12/05/tipe-golongan-konsumen-roda-dua-negeri-ini-menurut-kapasitas-otak-saya-yang-ndak-lebih-besar-dari-upil/

PULUHAN ALAT UKUR MERUGIKAN KONSUMEN

Puluhan juta alat ukur yang digunakan dalam transaksi perdagangan belum terjamin ketepatannya. Ketidaktepatan tersebut merugikan kepentingan konsumen dan penjual. Pemerintah daerah diimbau memperbanyak tenaga penera ulang dan melakukan pengawasan secara berkala terhadap semua alat ukur perdagangan.

Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat mengukuhkan Kota Singkawang sebagai kota pertama tertib ukur, Selasa (6/12/2011).

”Persoalan ukuran timbangan, takaran, dan peralatan lainnya (UTTP) selama ini masih banyak disepelekan. Padahal alat-alat tersebut sangat penting bagi kepuasan pembeli dan penjual dalam transaksi perdagangan,” katanya.

Bayu mengatakan, jaminan ketepatan ukuran adalah bentuk kepercayaan dalam perdagangan. Kementerian Perdagangan menyerahkan urusan metrologi kepada pemerintah daerah masing-masing. Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah harus memiliki tenaga penera ulang. Saat ini, jumlah penera ulang di seluruh Indonesia tercatat 950 orang, sementara peralatan yang harus ditera ulang mencapai 63 juta. Dengan demikian, kita kekurangan tenaga penera berkisar 3.000 orang.

Dia menambahkan, perhatian terhadap metrologi akan memperkecil gangguan perdagangan. Idealnya, setiap tahun sekali dilakukan tera ulang terhadap semua peralatan ukur.

Singkawang ditetapkan sebagai daerah pertama tertib ukur karena telah mengidentifikasi semua alat ukur. Peralatan tersebut ditera ulang dan dipastikan ketepatannya. Tercatat ada 51.973 UTTP yang terdiri dari 12.125 meteran air, 36.992 meteran kWh, 28 meteran pompa ukur BBM, 2.226 timbangan, 652 takaran, dan 33 peralatan lainnya.
http://revo4me.wordpress.com/2011/12/07/puluhan-alat-ukur-banyak-merugikan-konsumen/

Road to Top Brand: Kisah Cinta Konsumen dan Merek Asli Indonesia

Ketika disebutkan kategori dari suatu produk mobil, elektronik, komputer, alat telekomunikasi dan tas, merek apakah yang pertama kali muncul dibenak Anda? Spektakuer! Saya baru saja menebak bahwa 3 dari 5 merek yang baru saja Anda pikirkan adalah merek asing! Dan besar kemungkinan, merek-merek itulah yang sedang Anda pakai saat ini atau yang Anda inginkan di masa mendatang!

Tak adakah produk unggulan lokal yang mampu bersaing dengan produk asing? Tentunya ada. Namun tanpa dilabeli merek, maka tak ada identitas dan jaminan atas mutu dari suatu produk lokal tersebut.

Pemegang merek-merek asing tampaknya sangat sadar bahwa membuat merek menjadi top of mine awareness merupakan bagian dari strategi pemasaran yang tak dapat diabaikan. Mereka percaya bahwa merek dapat menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk. Berbekal merek yang kuat, produk-produk asing dengan mudah menguasai pangsa pasar dan menyingkirkan produk pesaing dari benak konsumen.

Demikianlah merek-merek lokal menjadi semakin kerdil dan terombang-ambing dalam ketidakpastian, sebelum akhirnya menghilang dan meninggalkan luka baru di dunia kewirausahaan Indonesia.

Bagaimana membuat merek dicintai konsumen?

Berbicara tentang merek tak ubahnya berbicara tentang cinta. Apa yang dibutuhkan oleh suatu produk agar mereka dicintai? Dari berbagai cara orang jatuh cinta dan kemudian menjalin hubungan, ada satu hal yang sangat pasti. Pada umumnya, orang jatuh cinta pada sesuatu yang dikenalnya. Inilah syarat utama untuk membuat merek menjadi top brand. Tak kenal maka tak cinta. Kemampuan dalam menciptakan brand awareness inilah yang mutlak diperlukan pemasar. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan dan kemudian memperkenalkan merek pada konsumen melalui media dan aktivitas promosi yang dianggap paling tepat.

Sebelum berbicara lebih lanjut tentang kisah cinta antara merek lokal dan konsumen Indonesia yang masih kurang harmonis, ada baiknya meluangkan waktu untuk mencermati penampilan visual merek. Nama merek hendaknya mudah disebutkan dan diingat oleh konsumen dan jika pemasaran juga dilakukan melalui media online (website), maka perlu dipertimbangkan juga untuk mencari nama yang relatif sama dengan nama domain yang masih tersedia. Demikian juga dengan logo atau lambang. Hendaknya logo atau lambang divisualisasikan secara jelas agar mudah membekas di benak konsumen.

Merek tidak hanya harus memiliki daya pembeda dengan merek-merek lain namun juga syarat dengan nilai dan tujuan perusahaan. Suatu merek kadang kala tidak hanya mewakili atribut dan nilai suatu produk namun juga mewakili kepribadian dan budaya pemasarnya, tempat merek tersebut berasal, dan bahkan mencerminkan kepribadian dari konsumen. Untuk itu, penampilan merek dan keserasian antara merek dengan konsumen perlu diperhatikan.

Kisah percintaan merek dengan konsumen melibatkan konsep manajemen kualitas terpadu dan pemasaran yang terintegrasi, karena merek bukan hanya apa yang tercetak pada produk atau kemasannya, tetapi termasuk juga apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya. Sebagai simbol yang diasosiasikan dengan produk dan menimbulkan arti psikologis, merek merupakan identitas dan jaminan atas mutu dari suatu produk. Untuk itu, kejelasan dan kesesuaian identitas dan jaminan atas mutu dari suatu produk dengan keinginan pasar sasaran menjadi syarat mutlak lainnya yang perlu diperhatikan dalam membentuk persepsi konsumen.

Kepada siapa merek tersebut akan dijodohkan adalah pertanyaan awal lainnya yang harus dijawab sebelum melangkah lebih jauh. Keterbatasan yang berhubungan dengan dinamika bisnis itu sendiri, mengharuskan pemasar untuk melakukan pemilahan (segmentasi) dan pemilihan (posisioning). Lebih lanjut, kepada segmentasi dan ceruk pasar terpilihlah kemudian merek ini dipromosikan agar dikenal, digunakan dan dicintai.

Persepsi konsumen terhadap merek adalah umpan balik dari kinerja kualitas suatu produk yang dirasakan konsumen. Proses pembangunan loyalitas merek berhubungan erat dengan faktor-faktor yang menentukan kepuasan konsumen, meliputi: kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional dan harga. Manfaat-manfaat yang terkandung pada suatu merek inilah yang kemudian menjadi motif utama konsumen membeli suatu produk. Ada hubungan erat antara merek yang kuat dengan produk yang berkualitas.

Keputusan-keputusan yang berhubungan dengan faktor pemuas keinginan konsumen juga berhubungan erat dengan pasar sasaran. Pemasar dalam hal ini membuat keputusan untuk memilih pangsa pasar mana dan manfaat apa yang ditawarkan pada konsumen, yang selanjutnya akan membentuk persepsi konsumen terhadap merek. Give more to get more!, memberikan kualitas terbaik untuk konsumen, baik secara emosional maupun rasional adalah kunci kesuksesannya.

Promosi produk kepada konsumen seyogyanya adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan suatu produk yang dapat memenuhi dan bahkan melampaui keinginan konsumen. Ada berbagai cara untuk membuat merek menjadi top brand, mulai dari cara yang sangat mahal sampai dengan cara yang paling tidak lazim, melalui promosi di media, event, WOM dan sebagainya.

Untuk meledakkan merek, pemasar dituntut memiliki kemampuan dalam memberikan experience yang unik kepada konsumen dan kemampuan mengikat konsumen melalui loyalty program. Konsumen ingin dimanja, diperhatikan dengan hadiah-hadiah kecil. Pemasar merek lokal masih melihat aktivitas promosi tersebut sebagai pengeluaran biaya yang sia-sia. Pemikiran tersebut tidaklah benar, namun tidak sepenuhnya salah. Pemborosan biaya promosi ini sebenarnya bisa dihindari jika pemasar memiliki konsep pemasaran yang terintegrasi.

Konsekuensi dari menjadi merek top of mine awareness adalah investasi, baik biaya maupun waktu. Pada umumnya, membutuhkan waktu dan investasi yang tidak sedikit, meskipun ada beberapa merek melejit dalam waktu singkat (instants brand). Meledakkan brand bukanlah hal yang sulit namun juga tidak gampang.

Ada banyak faktor yang berkaitan dengan proses branding, baik internal maupun eksternal– regulasi yang kurang memihak, perjanjian dagang, kebijakan ekspor-impor, investasi, ketersedian sarana dan prasarana, SDM, momentum, inovasi, daya beli dan berbagai kendala lainnya.

Terlepas dari kendala-kendala yang sebenarnya juga dihadapai oleh pemegang merek-merek asing, Penulis melihat adanya peluang besar di masa mendatang bagi merek lokal indonesia untuk mengukuhkan diri sebagai top brand. Keberhasilan pemasaran dalam membuat brand menjadikan top brand akan mendatangkan hasil yang sepadan dengan investasi yang telah dikeluarkan. Bukankah cinta butuh pengorbanan?

Ide-ide unik apa kiranya yang dapat membuat merek asli Indonesia menjadi Top Brand?

Mengasosiasikan produk dengan kebhinekaan Indonesia adalah salah satu caranya. Keragaman suku, bahasa, kuliner, adat-istiadat, seni dan budaya merupakan sumber inspirasi dan keunggulan unik yang dapat menghantarkan merek asli Indonesia menjadi Top Brand.

Dalam kaitannya dengan kualitas produk, tampilan produk yang bernuansakan kekayaan budaya Indonesia merupakan hal yang unik dan menarik. Visualisasi kekayaan budaya tersebut dikemas sedemikian rupa untuk membangkitkan emosi dan membentuk persepsi positif terhadap kualitas merek. Aplikasi dari ide ini dapat diwujudkan pada kemasan atau bahkan produk itu sendiri, sebagai cerminan terhadap kepribadian konsumen yang kaya akan nilai-nilai sejarah.

Dalam kontek promosi, merupakan suatu hal yang unik untuk menampilkan keindahan pariwisata dalam sebuah iklan TV ataupun menampilkan pakaian adat daerah pada suatu event promosi, sebagai cerminan terhadap kepribadian konsumen yang kaya akan nilai-nilai budaya.

Mengakomodir keterlibatan konsumen dan melakukan edukasi kualitas kepada konsumen adalah cara unik lainnya yang dapat ditempuh untuk membangun hubungan yang harmonis antara merek dengan konsumen. Hal ini bisa dilakukan dengan mensponsori talenta lokal dan kegiatan sosial di berbagai bidang yang relevan dari satu daerah ke daerah lain. Secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut akan mengukuhkan keberadaan merek dan brand ambasador, serta menciptakan keharmonisan diantara keduanya.

Sebagai contoh, menginisiasi sebuah media berita lokal yang sekaligus berfungsi sebagai media promosi merek. Lainnya adalah menghibahkan produk sebagai modal bagi calon wirausaha lokal potensial. Keberhasilan program hibah tersebut akan berdampak pada perluasan jaringan distribusi merek dan kepuasan konsumen.

Merek adalah manifestasi dari nilai dan keunggulan suatu produk yang menumbuhkan benih-benih cinta di hati konsumen. Ibarat sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, hubungan merek lokal dengan konsumen mestinya saling menguatkan. Keserasian antara merek dan konsumennya lebih lanjut dapat dilihat melalui apresiasi dan ekpresi konsumen terhadap merek dan sebaliknya. Ingin dicintai? Puaskan pasangan Anda!

http://sme.marketing.co.id/2011/12/06/a-road-to-top-brand-kisah-cinta-konsumen-dan-merek-asli-indonesia/