KEDAULATAN RAKYAT DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
February 26th, 2010 • Related • Filed Under
Filed Under: Umum
A. MAKNA KEDAULATAN RAKYAT
Rakyat adalah orang yang tunduk pada suatu pemerintah Negara. Dalam Negara ada yang diperintah, yang merintah Negara disebut pemerintahan dan yang diperintah oleh Negara disebut rakyat. Warga Negara ialah orang yang memiliki hak dan kewajiban terhadap suatu Negara. Penduduk ialah orang yang bertempat tinggal pada wilayah suatu Negara. Pengertian bangsa adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan senasib akan keberadaan suatu Negara. Pengertian masyarakat adalah sekelompok orang yang tinggal bersama di suatu daerah tertentu dan terikat pada nilai – nilai tertentu yang diterima secara bersama.
Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula Negara. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontak social. Beberapa ahli yang mempelajari kontak social. Antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan Jaques Rousseau. Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwaq yang terbaik dalam masyarakat ialah yang di anggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang – undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia.
Pemerintahan untuk rakyat artinya pemerintahan yang dilaksanakan sesuai dengan kehendak rakyat. Contoh : pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat dapat dilakukan melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung bercirikan rakyat mengambil bagian secara pribadi dalam tindakan – tindakan dan pemberian suara untuk membahas dan mengesahkan undang – undang. Sedangkan demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga lainnya sebagai wakil yang tunduk di lembaga perwakilan rakyat untuk membahas dan mengesahkan undang – undang.
B. PERAN LEMBAGA NEGARA SEBAGAI PELAKSANA KEDAULATAN RAKYAT DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
Sistem berarti suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang saling melengkapi untuk mencapai suatu tujuan. Pemerintahan adalah mereka yang memerintah dalam suatu Negara. Jadi sistem pemerintahan adalah suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsure yang memerintah dalam suatu Negara yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan Negara yanjg bersangkutan. Sistem pemerintahan Indonesia adalah suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang memerintah dalam Negara indonseia yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan Negara Indonesia.
Pasal 1 (2) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – undang Dasar. Pemilik kedaulatan dalam Negara Indonesia adalah rakyat. Pelaksanaan kedaulatan ditentukan menurut Undang – undang Dasar. Pelaksanaan kedaulatan Negara Indonesia menurut Undang – undang Dasar 1945 adalah rakyat dan lembaga – lembaga Negara yang berfungsi menjalankan tugas – tugas kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat. Lembaga – lembaga Negara menurut Undang 0 undang Dasar 1945 adalah MPR, Presiden, DPR, BPK, MA, Mahkamah Konstitusi, DPD, Pemerintah Daerah, DPRD, KPU, Komisi Yudisial.
Keterlibatan rakyat sebagai pelaksana kedaulatan dalam UUD 1945, ditentukan dalam hal :
a. Mengisi keanggotaan MPR
b. Mengisi keanggotaan DPR melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1))
c. Mengisi keanggotaan DPD (Pasal 22C (1))
d. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pasangan secara langsung (Pasal 6A (1))
Penjelasan tentang lembaga – lembaga Negara pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Undang – undang Dasar 1945, antara lain :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pasal 2 (1) UUD 1945 menyatakan, bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang – undang. Pemilihan umum anggota DPR dan anggota DPD diatur melalui UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan ketentuan tentang susunan dan kedudukan MPR diatur dengan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Dasar ketentuan Pasal 2 (1) UUD 1945 berarti, bahwa jumlah anggota MPR didasarkan atas penjualan anggota DPR dan anggota DPD. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden (Pasal 3 UU No. 22 Tahun 2003). Jumlah anggota DPR sebanyak 550 orang (pasal 17 (1) UU No. 22 Tahun 2003). Jumlah anggota DPR berdasarkan pasal 21 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD ditentukan sebanyak 560 orang. Sedangkan jumlah anggota DPD ditentukan, bahwa anggota DPD dari setiap propinsi ditetapkan sebanyak 4 orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1 / 3 jumlah anggota DPR.
Tugas dan wewenang MPR diatur dalam UU No. 22 Tahun 2003. Tugas dan wewenang MPR adalah sebagai berikut :
a. mengubah dan menetapkan UUD
b. melantik Presiden dan Wakil Presiden
c. memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
d. melantik wakil presiden menjadi presiden
Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota MPR dilengkapi dengan hak – hak sebagai berikut (pasal 12 UU No. 22 Tahun 2003) :
a. mengajukan usul perubahan pasal – pasal UUD
b. memilih dan dipilih
c. membela diri
d. imunitas
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut (Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2003) :
a. mengamalkan pancasila
b. melaksanakan UUD Negara RI Tahun 1945
c. menjaga keutuhan kesatuan RI
2. Presiden
Calon Presiden dan Wakil Presiden harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. tidak pernah mengkhianati begara (Pasal 6 (1) UUD 1945)
b. dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A (1) UUD 1945)
c. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sbagai Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 (1) UUD 1945).
Dalam pasal 6 UU No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan, bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. tidak pernah mengkhianati Negara
c. bertempat tinggal dalam wilayah Negara kesatuan RI
d. terdaftar sebagai pemilih
e. tidak pernah melakukan perbuatan tercela
f. memiliki daftar wilayah hidup
g. berusia sekurang – kurangnya 35 tahun
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan keanggotaan DPR diatur melalui undang – undang (pasal 19 (2)UUD 1945). Dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD ditentukan jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang yang berasal dari anggota partai politik peserta pemilihan umum (Pasal 7 dan Pasal 21 UU No. 10 Tahun 2008).
Fungsi DPR ditegaskan dalam pasal 20A (1) UUD 1945, bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPR diwujudkan dalam pembentukan undang – undang bersama Presiden. Fungsi anggaran DPR berupa penetapan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diajukan presiden. Sedangkan fungsi pengawasan DPR dpt meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, dan pengawasan sesuai dengan jiwa UUD 1945.
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Lembaga ini mempunyai tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD 1945). BPK berwewenang meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan / instansi pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23 E (2) UUD 1945).
5. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan lembaga Negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Konstitusi di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945). MA membawahi beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 24 (2) UUD 1945).
Sebagai lembaga judikatif, MA memiliki kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi, memeriksa dan memutuskan sengketa tentang wewenang mengadili dan peninjauan kembali keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasaan hukumtetap. MA berwewenang untuk menguji peraturan perundang – undangan dibawah undang – undang terhadap undang – undang serta mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang – undang.
Kedudukan peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi pada umumnya. Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding.
6. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk :
1. mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji undang – undang terhadap UUD
2. memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
3. memutuskan pembubaran partai politik
4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24 C (1))
Mahkamah konstitusi beranggotakan Sembilan hakim konstitusi, di mana tiga anggota diajukan oleh MA, tiga anggota diajukan oleh DPR dan tiga anggota diajukan oleh presiden (Pasal 24 C (3) UUD 1945).
Calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat :
a. warga Negara Indonesia
b. berpendidikan sarjana hokum
c. berusia sekurang – kurangnya 40 tahun pada saat pengangkatan
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara dengan hukuman 5tahun atau lebih
e. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
7. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan bagian dari keanggotaan MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap propinsi (Pasal 2 (1) dan pasal 22 C (1) UUD 1945).
Kewenangan DPD dituangkan dalam Pasal 22 D UUD 1945, yaitu :
a. mengajukan kepada DPR rancangan undang – undang yang berkaitan dengan otonomi daerah
b. ikut membahas rancangan undang – undang yang berkaitan dengan otonomi daerah
c. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang – undang APBN
d. melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang – undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran
8. Pemerintah Daerah
Keberadaan pemerintahan daerah di landasi oleh ketentuan UUD 1945 Pasal 18 (1) yang menyatakan, bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.
Undang – undang yag mengatur tentang pemerintah daerah dan pemerintahan daerah adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintahan daerah dibedakan antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten / kota (Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2004).
Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintahan daerah provinsi dan DPRD provinsi. Sedangkan pemerintahan daerah kabupaten / kota terdiri atas pemerintahan kabupaten / kota dan DPRD kabupaten / kota. Pemerintahan daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur sebagai kepala daerah propinsi. Pemerintah daerah kabupaten dipimpin oleh Bupati sebagai kepala daerah kabupaten. Pemerintah daerah kota dipimpin oleh Walikota sebagai kepala daerah kota.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR DPD dan DPRD dinyatakan, bahwa DPRD terdiri atas DPRD provinsi dan DPRD kabupaten / kota. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
DPRD Provinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga daerah provinsi (Pasal 60 UU No. 22 Tahun 2003). Sedangkan DPRD kabupaten / kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten / kota (Pasal 76 UU No. 22 Tahun 2003).
10.Komisi Pemilihan Umum
Komisi pemilihan umum merupakan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Komisi pemilihan umum bersifat nasional, tetap dan mandiri (Pasal 22 E (5) UUD 1945). KPU menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 (5) UU No. 22 Tahun 2007).
Susunan organisasi penyelenggaraan pemilihan umum berdasarkan Pasal 4 UU No. 22 Tahun 2007 adalah :
a. KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi
b. KPU berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia
c. KPU kabupaten / kota berkedudukan di ibu kota kabupaten / kota
Tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum adalah :
a. merencanakan penyelenggaraan pemilihan umum
b. menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu
c. menetapkan peserta pemilu
d. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara
e. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu
f. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur dalam undang – undang
11. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga yang mandiri yang dibentuk oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B (3) UUD 1945). Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat (Pasal 24 B (1) UUD 1945).
C. SIKAP POSITIF TERHADAP KEDAULATAN RAKYAT DALAM SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA.
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisasi yang anggota – anggotanya mempunyai orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mereka. Sedangkan menurut Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik, bahwa yang disebut partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita – cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota.
Negara demokratis partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Partai sebagai sarana komunikasi politik
b. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
c. Partai politik sebagai sarana perekrutan politik
d. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragampendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Pasal 11 UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik sebagai berikut :
a. pendidikan politik bagi para anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya.
b. partisipasi politik warga Negara Indonesia
c. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
KEDAULATAN
Sabtu, 23 April 2011
Rabu, 13 April 2011
KDRT
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
KDRT begitu sering kita dengar namun cukup banyak yang belum mengetahui apa itu KDRT selain singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diasosiasikan dengan kekerasan fisik saja. Kekerasan dalam rumah tangga jika merujuk pada pasal 1 Undang-undang no 23 tahun tahun 2004, meliputi :
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga (termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga)
Korban di sini umumnya adalah perempuan karena berbagai alasan seperti kuatnya dominasi salah satu gender (ketimpangan relasi kuasa), sehingga kesetaraan gender hanya dianggap sebatas “ide yang manis” karena akses, sikap, nilai dan pandangan umum masyarakat tidak menunjukkan kesetaraan itu sudah berlaku.
Diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat yaitu membedabedakan manusia karena suku, agama, golongan, kemampuan, orientasi seks dan tentu saja, jenis kelamin.
Terakhir adalah hal umum yang masih banyak dimiliki oleh masyarakat yaitu ketidaktahuan bahwa perlindungan hak azasi perempuan adalah kewajiban negara!
Perkara KDRT yang dilaporkan Juni ke kepolisian adalah hanya salah satu dari sekumpulan aksi yang pernah dilakukan oleh suaminya (status pada saat kejadian berlangsung dan dilaporkan) selama 14 tahun pernikahan.
Untuk diketahui oleh pendukung korban KDRT yang memperhatikan kasus ini, satu per satu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran yang dialami Juni dimulai sejak hari akad nikah dilangsungkan dan semua disimpan rapat oleh Juni termasuk kepada keluarga besarnya sendiri hanya karena alasan ingin menjaga keutuhan keluarganya dan agar anak-anaknya memiliki orangtua lengkap sepeti anak-anak lain pada umumnya.
Setelah page dukungan Kami Peduli Lara (Korban KDRT di Mataram) di Facebook dibuat oleh salah satu pembaca yang bersimpati dengan tulisan tentang KDRT yang dialami Juni (di sini), banyak sekali dukungan mengalir tidak hanya dukungan moral namun juga informasi-informasi yang dibutuhkan agar Juni bisa mendapatkan keadilan.
LBH Apik Mataram juga menghubungi Juni lagi dan siap mendampingi secara hukum selama proses hukum ini berlangsung. Juni tentu saja menerima dengan senang hati karena meskipun jaksa mewakili negara sudah mengambil alih hak Juni sebagai pelapor namun Juni sangat membutuhkan masukan hukum jika ternyata hasil keputusan hakim tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Tidak hanya respon positif namun ada pula respon negatif untuk page dukungan ini antara lain untuk pembuat page ini yaitu bang ASA sempat mendapat tuduhan mencampuri urusan rumah tangga orang lain. April sudah meminta maaf atas semua ketidaknyaman yang dialami beliau karena page dukungan ini. April juga sempat mengatakan page dukungan itu milik bang ASA jadi jika bang ASA ingin menutupnya, itu hak bang ASA sepenuhnya namun bang ASA menjawab dengan tegas selama yakin dengan kebenaran, beliau akan jalan terus.
Ada seorang penyimpang untuk gerakan dukungan terhadap korbaan KDRT ini yang mengaku mengenal akrab Juni dan bekas suaminya. Dia mengatakan bahwa para pendukung akan berpikir lagi untuk mendukung jika mengetahui kenyataan yang terjadi namun Juni tidak mengenal seseorang yang bernama Adam Saputra, nama yang disandang penyimpang tersebut ketika memberikan komentar pada notes bang ASA yang berjudul : Kisah Lara nan lara, korban KDRT di Mataram.
Pada diskusi di kolom komentar tersebut terlihat indikasi jelas bahwa Adam Saputra hanya mau mendengar dan membenarkan cerita dari satu pihak saja namun semua yang dituduhkan berguguran dengan sendirinya karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi setelah April langsung mengkonfirmasi Juni. Salah satu pembenaran terjadinya KDRT yang dialami Juni menurut Adam Saputra adalah :
“….. sudahlahhh tidak baik mencampuri urusan rumah tangga orang…/ masih banyak orang yang lebih kejam dari ini…..”
Menyedihkan sekali bukan? Seorang yang dari namanya bisa diketahui berjenis kelamin laki-laki membenarkan kekerasan yang terjadi karena ada kekerasan yang lebih kejam dari ini! Asumsi sederhana dari pernyataan tersebut adalah Adam Saputra sudah biasa melakukan kekerasan terhadap perempuan (entah istri, anak-anak perempuan, teman perempuan, saudara perempuan atau ibunya sendiri) bahkan mungkin yang dilakukan lebih kejam, jadi apa yang dialami oleh Juni tidak ada apa-apanya bagi dia.
Masyarakat secara umum memang masih banyak yang tidak mengerti bahwa KDRT bukan urusan domestik rumah tangga, melainkan sudah menjadi urusan negara. Mengapa demikian? Karena pelaku KDRT adalah murni seorang kriminil atau pelaku pidana.
Tidak jarang masyarakat menuding bahwa perempuan korban sebagai pemicu kekerasan yang menimpanya!
Bahkan setelah kekerasan itu terungkap ke permukaan, sebagian masyarakat bukannya memberi perlindungan hukum namun korban KDRT kerap dicap sebagai “barang rusak”, “perempuan yang tidak suci” dan bahkan “aib” bagi keluarga dan lingkungannya.
Para korban sering dikucilkan bahkan dilecehkan karena dikaitkan sebagai pembawa sial dan masalah, setelah kekerasan yang dialaminya dibuka di depan umum.
Sikap tersebut sangat disesalkan dan hal tersebut tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang masuk dalam lapisan tidak berpendikan namun juga dari lapisan yang berpendidikan bahkan berpendidikan cukup tinggi.
Mengapa? Ini terjadi karena pendidikan yang dimiliki tidak berbanding lurus dengan etika dan moral!
Sudah kewajiban bagi kita semua sebagai manusia yang memiliki hak azasi manusia yang sama dan sejajar sejak dilahirkan, tidak hanya perempuan namun juga laki-laki, untuk mendukung korban KDRT karena kekerasan tidak dibenarkan apa pun alasannya. Jika tidak mampu memberi dukungan langsung, paling tidak beri lah dukungan sikap positif, bukan melecehkan apalagi menunjuk hidung korban bahwa kekerasan yang terjadi dipicu oleh korban sendiri!
Sumber tulisan :
UU no 23 tahun 2004
Buletin “Berita Komnas Perempuan”
KDRT begitu sering kita dengar namun cukup banyak yang belum mengetahui apa itu KDRT selain singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diasosiasikan dengan kekerasan fisik saja. Kekerasan dalam rumah tangga jika merujuk pada pasal 1 Undang-undang no 23 tahun tahun 2004, meliputi :
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga (termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga)
Korban di sini umumnya adalah perempuan karena berbagai alasan seperti kuatnya dominasi salah satu gender (ketimpangan relasi kuasa), sehingga kesetaraan gender hanya dianggap sebatas “ide yang manis” karena akses, sikap, nilai dan pandangan umum masyarakat tidak menunjukkan kesetaraan itu sudah berlaku.
Diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat yaitu membedabedakan manusia karena suku, agama, golongan, kemampuan, orientasi seks dan tentu saja, jenis kelamin.
Terakhir adalah hal umum yang masih banyak dimiliki oleh masyarakat yaitu ketidaktahuan bahwa perlindungan hak azasi perempuan adalah kewajiban negara!
Perkara KDRT yang dilaporkan Juni ke kepolisian adalah hanya salah satu dari sekumpulan aksi yang pernah dilakukan oleh suaminya (status pada saat kejadian berlangsung dan dilaporkan) selama 14 tahun pernikahan.
Untuk diketahui oleh pendukung korban KDRT yang memperhatikan kasus ini, satu per satu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran yang dialami Juni dimulai sejak hari akad nikah dilangsungkan dan semua disimpan rapat oleh Juni termasuk kepada keluarga besarnya sendiri hanya karena alasan ingin menjaga keutuhan keluarganya dan agar anak-anaknya memiliki orangtua lengkap sepeti anak-anak lain pada umumnya.
Setelah page dukungan Kami Peduli Lara (Korban KDRT di Mataram) di Facebook dibuat oleh salah satu pembaca yang bersimpati dengan tulisan tentang KDRT yang dialami Juni (di sini), banyak sekali dukungan mengalir tidak hanya dukungan moral namun juga informasi-informasi yang dibutuhkan agar Juni bisa mendapatkan keadilan.
LBH Apik Mataram juga menghubungi Juni lagi dan siap mendampingi secara hukum selama proses hukum ini berlangsung. Juni tentu saja menerima dengan senang hati karena meskipun jaksa mewakili negara sudah mengambil alih hak Juni sebagai pelapor namun Juni sangat membutuhkan masukan hukum jika ternyata hasil keputusan hakim tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Tidak hanya respon positif namun ada pula respon negatif untuk page dukungan ini antara lain untuk pembuat page ini yaitu bang ASA sempat mendapat tuduhan mencampuri urusan rumah tangga orang lain. April sudah meminta maaf atas semua ketidaknyaman yang dialami beliau karena page dukungan ini. April juga sempat mengatakan page dukungan itu milik bang ASA jadi jika bang ASA ingin menutupnya, itu hak bang ASA sepenuhnya namun bang ASA menjawab dengan tegas selama yakin dengan kebenaran, beliau akan jalan terus.
Ada seorang penyimpang untuk gerakan dukungan terhadap korbaan KDRT ini yang mengaku mengenal akrab Juni dan bekas suaminya. Dia mengatakan bahwa para pendukung akan berpikir lagi untuk mendukung jika mengetahui kenyataan yang terjadi namun Juni tidak mengenal seseorang yang bernama Adam Saputra, nama yang disandang penyimpang tersebut ketika memberikan komentar pada notes bang ASA yang berjudul : Kisah Lara nan lara, korban KDRT di Mataram.
Pada diskusi di kolom komentar tersebut terlihat indikasi jelas bahwa Adam Saputra hanya mau mendengar dan membenarkan cerita dari satu pihak saja namun semua yang dituduhkan berguguran dengan sendirinya karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi setelah April langsung mengkonfirmasi Juni. Salah satu pembenaran terjadinya KDRT yang dialami Juni menurut Adam Saputra adalah :
“….. sudahlahhh tidak baik mencampuri urusan rumah tangga orang…/ masih banyak orang yang lebih kejam dari ini…..”
Menyedihkan sekali bukan? Seorang yang dari namanya bisa diketahui berjenis kelamin laki-laki membenarkan kekerasan yang terjadi karena ada kekerasan yang lebih kejam dari ini! Asumsi sederhana dari pernyataan tersebut adalah Adam Saputra sudah biasa melakukan kekerasan terhadap perempuan (entah istri, anak-anak perempuan, teman perempuan, saudara perempuan atau ibunya sendiri) bahkan mungkin yang dilakukan lebih kejam, jadi apa yang dialami oleh Juni tidak ada apa-apanya bagi dia.
Masyarakat secara umum memang masih banyak yang tidak mengerti bahwa KDRT bukan urusan domestik rumah tangga, melainkan sudah menjadi urusan negara. Mengapa demikian? Karena pelaku KDRT adalah murni seorang kriminil atau pelaku pidana.
Tidak jarang masyarakat menuding bahwa perempuan korban sebagai pemicu kekerasan yang menimpanya!
Bahkan setelah kekerasan itu terungkap ke permukaan, sebagian masyarakat bukannya memberi perlindungan hukum namun korban KDRT kerap dicap sebagai “barang rusak”, “perempuan yang tidak suci” dan bahkan “aib” bagi keluarga dan lingkungannya.
Para korban sering dikucilkan bahkan dilecehkan karena dikaitkan sebagai pembawa sial dan masalah, setelah kekerasan yang dialaminya dibuka di depan umum.
Sikap tersebut sangat disesalkan dan hal tersebut tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang masuk dalam lapisan tidak berpendikan namun juga dari lapisan yang berpendidikan bahkan berpendidikan cukup tinggi.
Mengapa? Ini terjadi karena pendidikan yang dimiliki tidak berbanding lurus dengan etika dan moral!
Sudah kewajiban bagi kita semua sebagai manusia yang memiliki hak azasi manusia yang sama dan sejajar sejak dilahirkan, tidak hanya perempuan namun juga laki-laki, untuk mendukung korban KDRT karena kekerasan tidak dibenarkan apa pun alasannya. Jika tidak mampu memberi dukungan langsung, paling tidak beri lah dukungan sikap positif, bukan melecehkan apalagi menunjuk hidung korban bahwa kekerasan yang terjadi dipicu oleh korban sendiri!
Sumber tulisan :
UU no 23 tahun 2004
Buletin “Berita Komnas Perempuan”
Langganan:
Postingan (Atom)